BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari
pengertian tersebut di atas maka akan tampak bahwa daerah diberi hak otonom
oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus kepentingan sendiri.
Implementasi otonomi daerah telah
memasuki era baru setelah pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan UU Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU otonomi
daerah ini merupakan revisi terhadap UU Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999
sehingga kedua UU tersebut kini tidak berlaku lagi.
Sejalan dengan diberlakukannya
undang-undang otonomi tersebut memberikan kewenangan penyelenggaraan pemerintah
daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab. Adanya perimbangan tugas
fungsi dan peran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tersebut
menyebabkan masing-masing daerah harus memiliki penghasilan yang cukup, daerah
harus memiliki sumber pembiayaan yang memadai untuk memikul tanggung jawab
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan demikian diharapkan masing-masing
daerah akan dapat lebih maju, mandiri, sejahtera dan kompetitif di dalam
pelaksanaan pemerintahan maupun pembangunan daerahnya masing-masing.
Memang harapan dan kenyataan tidak
lah akan selalu sejalan. Tujuan atau harapan tentu akan berakhir baik bila
pelaksanaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan juga berjalan baik. Namun
ketidaktercapaian harapan itu nampak nya mulai terlihat dalam otonomi daerah
yang ada di Indonesia.
Masih banyak permasalahan yang
mengiringi berjalannya otonomi daerah di Indonesia. Permasalahan-permasalahan
itu tentu harus dicari penyelesaiannya agar tujuan awal dari otonomi daerah
dapat tercapai.
B. Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
dapat diambil beberapa identifikasi masalah, antara lain sebagai berikut :
1. Apa
itu Otonomi Daerah ?
2. Apa
permasalahan dalam Otonomi Daerah ?
3. Apa
ciri-ciri Otonomi Daerah ?
4. Apa
kemajuan-kemajuan daerah DKI Jakarta ?
5. Bagaimana
sistem pemerintahan daerah DKI Jakarta ?
C. Tinjauan
Masalah
Dengan adanya otonomi daerah
diharapkan daerah tingkat I maupun Tingkat II mampu mengelola daerahnya
sendiri. Untuk kepentingan rakyat dan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
secara sosial ekonomi yang merata.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Otonomi Daerah
Otonomi Daerah adalah penyerahan
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi
urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya
dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi
maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi
sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan
sebagai penyerahan kewenangan.
Dalam kaitannya dengan sistem
pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan
dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang
menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga
dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan
sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan
pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung
pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah.
Hal ini akan meningkatkan relevansi
antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus
tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan
nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan,
pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin
digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan lokal.
B. Permasalahan
Dalam Otonomi Daerah
Sejak diberlakukannya paket UU
mengenai Otonomi Daerah, banyak orang sering membicarakan aspek positifnya. Memang
tidak disangkal lagi, bahwa otonomi daerah membawa perubahan positif di daerah
dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi
sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung
menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau
pinggiran. Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan
dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari
pembangunan, daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan
kewenangan tersebut tampaknya banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah
keadaan yang tidak menguntungkan tersebut.
Akan tetapi apakah di tengah-tengah
optimisme itu tidak terbersit kekhawatiran bahwa otonomi daerah juga akan
menimbulkan beberapa persoalan yang, jika tidak segera dicari pemecahannya,
akan menyulitkan upaya daerah untuk memajukan rakyatnya? Jika jawabannya tidak,
tentu akan sangat naif. Mengapa? Karena, tanpa disadari, beberapa dampak yang
tidak menguntungkan bagi pelaksanaan otonomi daerah telah terjadi. Ada beberapa
permasalahan yang dikhawatirkan bila dibiarkan berkepanjangan akan berdampak
sangat buruk pada susunan ketatanegaraan Indonesia.
Masalah-masalah tersebut antara lain :
1. Adanya
eksploitasi Pendapatan Daerah.
2. Pemahaman
terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap.
3. Penyediaan
aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai.
4. Kondisi
SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnyapelaksanaan otonomi
daerah.
5. Korupsi
di Daerah
6. Adanya
potensi munculnya konflik antar daerah
C. Ciri
– Ciri Otonomi Daerah
Ciri-ciri otonomi daerah menurut UU No.22:
1. Demokrasi
dan demokratisasi lebih di tekankan pada peran serta masyarakat.
2. Lebih
mendekatkan pemerintah dengan rakyat.
3. Pelaksanaan
otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggungjawab.
4. Tidak
menggunakan system otonomi daerah bertingkat.
5. Menguatkan
rakyat melalui DPRD
D. Profil
Daerah DKI Jakarta
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI
Jakarta, Jakarta Raya) adalah ibu kota negara Indonesia. Jakarta merupakan
satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta
terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan nama
Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta
(1527-1619), Batavia/Batauia, atau Jaccatra (1619-1942), dan Djakarta
(1942-1972).
Jakarta memiliki luas sekitar 661,52
km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah 9.607.787 jiwa (2010).[2]
Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta
jiwa,[5] merupakan metropolitan terbesar di Indonesia atau urutan keenam dunia.
1. Profil
DKI Jakarta
· Negara :
Indonesia
· Hari
jadi : 22 Juni 1527
· Dasar
hukum : UURI Nomor 29 Tahun
2007
· Ibu
kota :
Jakarta
· Koordinat :
5° 19' 12" - 6° 23' 54" LS 106° 22' 42" 106° 58' 18" BT
Pemerintahan
· Gubernur :
Ir. H. Joko Widodo
· Wakil : Ir. Basuki Tjahaja
Purnama. M.M
· Luas : 740,3 km2
· Populasi :
9.607.787 jiwa ( 2010 )
· Kepadatan :
12.978,2/km²
· Suku :
bangsa Jawa (35,16%), Betawi (27,65%),
Sunda
(15,27%),
Tionghoa
(5,53%), Batak (3,61%), Minang (3,18%), Melayu
(1,62%),
Lain-lain (7,98%)
· Agama :
Islam (83%), Protestan (6,2%), Katolik
(5,7%), Buddha (3,5%),
Hindu (1,2%)
· Bahasa :
Indonesia, Betawi, Jawa, Tionghoa, Sunda,
Minangkabau,
Batak,
Inggris
· Zona
waktu :
WIB (UTC+7)
· Kabupaten : 1
· Kota :
5
· Kecamatan :
44
· Desa/Kelurahan :
267
· Lagu
daerah : Kicir-Kicir
· Rumah
tradisional : Rumah Bapang/Kebaya
· Senjata
tradisional : Golok
2. Sejarah
DKI Jakarta
Jakarta
bermula dari sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung sekitar 500 tahun
silam. Selama berabad-abad kemudian kota bandar ini berkembang menjadi pusat
perdagangan internasional yang ramai. Pengetahuan awal mengenai Jakarta
terkumpul sedikit melalui berbagai prasasti yang ditemukan di kawasan bandar
tersebut. Keterangan mengenai kota Jakarta sampai dengan awal kedatangan para
penjelajah Eropa dapat dikatakan sangat sedikit.
Laporan
para penulis Eropa abad ke-16 menyebutkan sebuah kota bernama Kalapa, yang
tampaknya menjadi bandar utama bagi sebuah kerajaan Hindu bernama Sunda,
beribukota Pajajaran, terletak sekitar 40 kilometer di pedalaman, dekat dengan
kota Bogor sekarang. Bangsa Portugis merupakan rombongan besar orang-orang
Eropa pertama yang datang ke bandar Kalapa. Kota ini kemudian diserang oleh
seorang muda usia, bernama Fatahillah, dari sebuah kerajaan yang berdekatan
dengan Kalapa. Fatahillah mengubah nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta pada 22
Juni 1527. Tanggal inilah yang kini diperingati sebagai hari lahir kota
Jakarta. Orang-orang Belanda datang pada akhir abad ke-16 dan kemudian
menguasai Jayakarta.
Nama
Jayakarta diganti menjadi Batavia. Keadaan alam Batavia yang berawa-rawa mirip
dengan negeri Belanda, tanah air mereka. Mereka pun membangun kanal-kanal untuk
melindungi Batavia dari ancaman banjir. Kegiatan pemerintahan kota dipusatkan
di sekitar lapangan yang terletak sekitar 500 meter dari bandar. Mereka
membangun balai kota yang anggun, yang merupakan kedudukan pusat pemerintahan kota
Batavia. Lama-kelamaan kota Batavia berkembang ke arah selatan. Pertumbuhan
yang pesat mengakibatkan keadaan lilngkungan cepat rusak, sehingga memaksa
penguasa Belanda memindahkan pusat kegiatan pemerintahan ke kawasan yang lebih
tinggi letaknya. Wilayah ini dinamakan Weltevreden. Semangat nasionalisme
Indonesia di canangkan oleh para mahasiswa di Batavia pada awal abad ke-20.
Sebuah
keputusan bersejarah yang dicetuskan pada tahun 1928 yaitu itu Sumpah Pemuda
berisi tiga buah butir pernyataan , yaitu bertanah air satu, berbangsa satu,
dan menjunjung bahasa persatuan : Indonesia. Selama masa pendudukan Jepang
(1942-1945), nama Batavia diubah lagi menjadi Jakarta. Pada tanggal 17 Agustus
1945 Ir. Soekarno membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta dan
Sang Saka Merah Putih untuk pertama kalinya dikibarkan. Kedaulatan Indonesia
secara resmi diakui pada tahun 1949. Pada saat itu juga Indonesia menjadi
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada tahun 1966, Jakarta memperoleh
nama resmi Ibukota Republik Indonesia. Hal ini mendorong laju pembangunan
gedung-gedung perkantoran pemerintah dan kedutaan negara sahabat. Perkembangan
yang cepat memerlukan sebuah rencana induk untuk mengatur pertumbuhan kota
Jakarta. Sejak tahun 1966, Jakarta berkembang dengan mantap menjadi sebuah
metropolitan modern.
Kekayaan budaya berikut
pertumbuhannya yang dinamis merupakan sumbangan penting bagi Jakarta menjadi
salah satu metropolitan terkemuka pada abad ke-21.
·
Abad ke-14 bernama Sunda Kelapa sebagai
pelabuhan Kerajaan Pajajaran.
·
22 Juni 1527 oleh Fatahilah, diganti
nama menjadi Jayakarta (tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi kota
Jakarta keputusan DPR kota sementara No. 6/D/K/1956).
·
4 Maret 1621 oleh Belanda untuk pertama
kali bentuk pemerintah kota bernama Stad Batavia.
·
1 April 1905 berubah nama menjadi
'Gemeente Batavia.
·
8 Januari 1935 berubah nama menjadi Stad
Gemeente Batavia.
·
8 Agustus 1942 oleh Jepang diubah
namanya menjadi Jakarta Toko Betsu Shi.
·
September 1945 pemerintah kota Jakarta
diberi nama Pemerintah Nasional Kota Jakarta.
·
20 Februari 1950 dalam masa
Pemerintahan. Pre Federal berubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia.
·
24 Maret 1950 diganti menjadi Kota
Praj'a Jakarta.
·
18 Januari 1958 kedudukan Jakarta
sebagai Daerah swatantra dinamakan Kota Praja Djakarta Raya.
·
Tahun 1961 dengan PP No. 2 tahun 1961 jo
UU No. 2 PNPS 1961 dibentuk Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya.
·
31 Agustus 1964 dengan UU No. 10 tahun
1964 dinyatakan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara
Republik Indonesia dengan nama Jakarta.
·
Tahun1999, melalaui uu no 34 tahun 1999
tentang pemerintah provinsi daerah khusus ibukota negara republik Indonesia
Jakarta, sebutan pemerintah daerah berubah menjadi pemerintah provinsi dki
Jakarta, dengan otoniminya tetap berada ditingkat provinsi dan bukan pada
wilyah kota, selain itu wiolyah dki Jakarta dibagi menjadi 6 ( 5 wilayah
kotamadya dan satu kabupaten administrative kepulauan seribu)
3. Lambang
DKI Jakarta
Lambang Daerah
Lambang
Daerah Khusus lbukota Jakarta Raya adalah sebagai berikut : Lukisan Perisai
segi lima yang didalamnya melukiskan gerbang terbuka.Didalam gerbang terbuka
itu terdapat "Tugu Nasional" yang dilingkari oleh untaian (krans)
padi dan kapas. Sebuah tali melingkar pangkal tangkai-tangkai padi dan kapas.
Lambang Daerah Khusus lbukota Jakarta
Raya adalah sebagai berikut :
·
Lukisan Perisai segi lima yang
didalamnya melukiskan gerbang terbuka.
·
Didalam gerbang terbuka itu terdapat
"Tugu Nasional" yang dilingkari oleh untaian (krans) padi dan kapas. Sebuah tali
melingkar pangkal tangkai-tangkai padi dan kapas.
·
Pada bagian atas pintu gerbang tertulis
sloka “Jaya Raya”, sedang di bagian bawah perisai terdapat lukisan ombak-ombak
laut. Pinggiran Perisai digaris tebal dengan warna emas.Gerbang terbuka bagian
atas berwarna putih, sedang huruf-huruf sloka “Jaya Raya” yang tertulis
diatasnya berwarna merah.
·
“Tugu Nasional” berwarna putih.Untaian
(krans) padi berwarna kuning dan untaian (krans) kapas berwarna hijau serta
putih.
·
Ombak-ombak laut berwarna dan dinyatakan
dengan garis-garis putih, kesemuanya ini dilukiskan atas dasar ysng berwarna
biru.
Pengertian Lambang Daerah Khusus lbukota
Jakarta Raya melukiskan pengertian-pengertian sebagai berikut :
1.
Jakarta sebagai kota revolusi dan kota
proklamasi kemerdekaan Indonesia.
2.
Jakarta sebagai lbu-Kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3.
Pengertian kota dilambangkan dengan
gerbang (terbuka).Kekhususan kota Jakarta sebagai kota revolusi dan kota
proklamasi dilambangkan dengan'Tugu Nasional" yang melambangkan kemegahan
dan daya juang dan cipta Bangsa dan rakyat Indonesia yang tak kunjung padam.
4.
“Tugu Nasional” ini dilingkari oleh
untaian padi dan kapas, dimana pada permulaan tangkai-tangkainya melingkar
sebuah tali berwarna emas, yakni lambang cita-cita daripada perjuangan Bangsa
Indonesia yang bertujuan suatu masyarakat adil dan makmur dalam persatuan yang
kokoh erat.
5.
Dibagian bawah terlukis ombak-ombak laut
yang melambangkan suatu ciri khusus dari Kota dan negeri kepulauan Indonesia.
Keseluruhan
ini dilukiskan atas dasar wama biru, wama angkasa luar yang membayangkan cinta
kebebasan dan cinta darnai bangsa Indonesia.
Dan
keseluruhan ini pula berada dalam gerbang, dan pada pintu gerbang itu
terteralah dengan kemegahan yang sederhana sloka "Jaya Raya' satu sloka
yang menggelorakan semangat segala kegiatan-kegiatan Jakarta Raya sebagai
lbu-kota dan kota perjoangan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Dan keseluruhan
ini pula berada dalam kesatuan yang seimbang pada bentuk perisai segi-lima yang
bergaris tebal emas, sebagai pernyataan permuliaan terhadap dasar falsafah
negara “Pancasila”
Tentang
arti bentuk lukisan serta wama masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
Bentuk
· Pintu
gerbang
Lambang kota, lambang kekhususan Jakarta sebagai
pintu keluar masuk kegiatan-kegiatan nasional dan hubungan intemasional
· Tugu
Nasional
Lambang kemegahan, daya juang dan cipta.
· Padi/kapas
Lambang kemakmuran.
· Tali
emas
Lambang pemersatuan dan kesatuan.
· Ombak
laut
Lambang kota, negeri kepulauan.
· Sloka
“Jaya Raya” : Slogan
perjuangan Jakarta
· Bentuk
perisai segi lima : Pancasila
· Warna Mas pada pinggir perisai : Kemuliaan
Pancasila.
· Merah
sloka : Kepahlawanan
· Putih
pintu gerbang : Kesucian
· Putih
tugu nasional : Kemegahan
kreasi mulya
· Kuning
padi/hijau putih kapas
: Kemakmuran
dan keadilan
· Biru : Angkasa bebas dan luas
· Ombak
putih : Alam
laut yang kasih.
Sumber
: Perda No. 6 Tahun 1963
4. Geografi
Jakarta
berlokasi di sebelah utara Pulau Jawa, di muara Ciliwung, Teluk Jakarta.
Jakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 meter dpl. Hal
ini mengakibatkan Jakarta sering dilanda banjir. Sebelah selatan Jakarta
merupakan daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Jakarta dilewati oleh 13
sungai yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Sungai yang terpenting ialah
Ciliwung, yang membelah kota menjadi dua. Sebelah timur dan selatan Jakarta
berbatasan dengan provinsi Jawa Barat dan di sebelah barat berbatasan dengan
provinsi Banten.
Kepulauan
Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di Teluk Jakarta.
Sekitar 105 pulau terletak sejauh 45 km (28 mil) sebelah utara kota.
5. Iklim
Jakarta memiliki suhu
udara yang panas dan kering atau beriklim tropis. Terletak di bagian barat
Indonesia, Jakarta mengalami puncak musim penghujan pada bulan Januari dan
Februari dengan rata-rata curah hujan 350 milimeter dengan suhu rata-rata 27
°C. Curah hujan antara bulan Januari dan awal Februari sangat tinggi, pada saat
itulah Jakarta dilanda banjir setiap tahunnya, dan puncak musim kemarau pada
bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan 60 milimeter . Bulan September dan
awal oktober adalah hari-hari yang sangat panas di Jakata, suhu udara dapat
mencapai 40 °C . Suhu rata-rata tahunan berkisar antara 25°-38 °C (77°-100 °F).
6.
Ekonomi
Selain sebagai pusat
pemerintahan, Jakarta juga merupakan pusat bisnis dan keuangan. Di samping Bank
Indonesia dan Bursa Efek Indonesia, kantor-kantor pusat perusahaan nasional
banyak berlokasi di Jakarta. Saat ini, lebih dari 70% uang negara, beredar di
Jakarta.
Jakarta merupakan salah
satu kota di Asia dengan masyarakat kelas menengah cukup besar. Pada tahun
2009, 13% masyarakat Jakarta berpenghasilan di atas US$ 10.000. [18] Jumlah
ini, menempatkan Jakarta sejajar dengan Singapura, Shanghai, Kuala Lumpur dan
Mumbai.
7.
Budaya dah Bahasa
Budaya Jakarta
merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak
zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang menarik pendatang dari
dalam dan luar Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa,
Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta
juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India,
dan Portugis.
Jakarta merupakan
daerah tujuan urbanisasi berbagai ras di dunia dan berbagai suku bangsa di
Indonesia, untuk itu diperlukan bahasa komunikasi yang biasa digunakan dalam
perdagangan yaitu Bahasa Melayu. Penduduk asli yang berbahasa Sunda pun
akhirnya menggunakan bahasa Melayu tersebut.
Walau demikian, masih
banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa
Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng, dan lain-lain
yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga
Manik[19] yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal
yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa
percakapan sehari-hari adalah Bahasa Melayu dialek Betawi. Untuk penduduk asli
di Kampung Jatinegara Kaum, mereka masih kukuh menggunakan bahasa leluhur
mereka yaitu bahasa Sunda.
Bahasa daerah juga
digunakan oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti Jawa,
Sunda, Minang, Batak, Madura, Bugis, Inggris dan Tionghoa. Hal demikian terjadi
karena Jakarta adalah tempat berbagai suku bangsa bertemu. Untuk berkomunikasi
antar berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa Indonesia.
Selain itu, muncul juga
bahasa gaul yang tumbuh di kalangan anak muda dengan kata-kata yang kadang-kadang
dicampur dengan bahasa asing. Bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang paling
banyak digunakan, terutama untuk kepentingan diplomatik, pendidikan, dan
bisnis. Bahasa Mandarin juga menjadi bahasa asing yang banyak digunakan,
terutama di kalangan pebisnis Tionghoa.
8. Pendidikan
DKI Jakarta menyediakan
sarana pendidikan dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Kualitas dari
pendidikan pun juga sangat bervariasi dari gedung mewah ber-AC sampai yang
sederhana.
Belakangan ini mulai muncul
berbagai sekolah dengan kurikulum yang diserap dari negara lain seperti
Singapura dan Australia. Sekolah lain dengan kurikulum Indonesia pun juga
muncul dengan metode pengajaran yang berbeda, seperti Sekolah Dasar Islam
Terpadu. Selain sekolah yang didirikan oleh pemerintah, banyak pula sekolah
yang dikembangkan oleh pihak swasta, seperti Al-Azhar, Muhammadiyah, BPK
Penabur, Kolese Kanisius (Canisius College ; CC), Don Bosco, Tarakanita,
Pangudi Luhur, Santa Ursula dan Marsudirini.
DKI Jakarta juga menjadi
lokasi berbagai universitas terkemuka.
9. Sumber
Daya Alam
Jakarta dengan kondisi
geografis lautan yang lebih luas dari daratan memiliki potensi sumber daya laut
yang cukup besar, yakni berupa sumber daya mineral dan hasil laut.
Sumber daya mineral
yang dihasilkan, tepatnya di Pulau Pabelokan, Kepulauan Seribu, berupa minyak
bumi dan gas mulai dieksploitasi sejak tahun 2000 dengan rata-ratakapasitas
produksi sekitar 4 juta barel per tahun.
Kekayaan laut yang
dapat dieksploitasi berupa ikan konsumsi dan ikan hias. Selama lima tahun
terakhir, tiap tahunnya rata-rata produksi ikan konsumsi mencapai 123 ribu ton
dan produksi ikan hias mencapai 59,86 juta ekor.
E. Kemajuan
– Kemajuan Daerah DKI Jakarta\
Secara total, perekonomian DKI Jakarta
pada triwulan III/2012 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan
2000 menunjukkan pertumbuhan sebesar 2,2 persen dibandingkan nilai triwulan
II/2012 (q to q). Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan tersebut didorong oleh
semua sektor ekonomi, kecuali sektor perrtambangan-penggalian, dengan
pertumbuhan terbesar dicapai oleh sektor pengangkutan dan komunikasi (3,5
persen). Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tersebut disebabkan oleh naiknya
pembentukan modal tetap bruto (3,0 persen) dan konsumsi rumahtangga (2,4
persen).
Sementara PDRB triwulan III/2012
dibandingkan dengan PDRB triwulan III/2011 (y on y) mengalami pertumbuhan
sebesar 6,4 persen. Dari sisi lapangan usaha hampir semua sektor mengalami
pertumbuhan positif, kecuali sektor perrtambangan-penggalian. Pertumbuhan
tertinggi dicapai oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yakni 10,8 persen,
kemudian disusul oleh sektor jasa-jasa sebesar 7,1 dan sektor
perdagangan-hotelrestoran sebesar 6,7 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan
tertinggi dicapai oleh pembentukan modal tetap bruto (7,1 persen) diikuti
komponen konsumsi rumahtangga (6,6 persen).
Secara kumulatif, PDRB DKI Jakarta
sampai dengan triwulan III/2012 (Januari-September 2012) tumbuh sebesar 6,5
persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011.
Besaran PDRB DKI Jakarta atas dasar
harga berlaku pada triwulan III/2012 mencapai Rp 280,03 triliun, sedangkan atas
dasar harga konstan 2000 mencapai Rp 113,68 triliun. Dari sisi lapangan usaha,
peranan tiga sektor utama yakni sektor keuangan-real estat-jasa perusahaan,
sektor perdagangan-hotel-restoran, serta sektor industri pengolahan terhadap
struktur perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III/2012 sekitar 63,9 persen.
Sementara dari sisi pengeluaran, sebagian besar PDRB Provinsi DKI Jakarta
digunakan untuk konsumsi rumahtangga sebesar 57,5 persen, ekspor sebesar 55,7
persen, dan pembentukan modal tetap bruto sebesar 39,5 persen.
F.
Sistem Pemerintahan Daerah DKI Jakarta
Provinsi DKI Jakarta
sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai
Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom memiliki
fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan
tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
Bahwa Provinsi DKI
Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai pusat
pemerintahan, dan sebagai daerah otonom berhadapan dengan karakteristik
permasalahan yang sangat kompleks dan berbeda dengan provinsi lain. Provinsi
DKI Jakarta selalu berhadapan dengan masalah urbanisasi, keamanan,
transportasi, lingkungan, pengelolaan kawasan khusus, dan masalah sosial
kemasyarakatan lain yang memerlukan pemecahan masalah secara sinergis melalui
berbagai instrumen. Untuk itulah Pemerintah Pusat mengeluarkan Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN 2007 No. 93; TLN 4744).
UU yang terdiri dari 40 pasal ini mengatur kekhususan Provinsi DKI Jakarta
sebagai Ibukota Negara. Aturan sebagai daerah otonom tingkat provinsi dan lain
sebagainya tetap terikat pada peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan
daerah.
Provinsi DKI Jakarta
berkedudukan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi DKI
Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab
tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan
perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional.
Otonomi Provinsi DKI
Jakarta diletakkan pada tingkat provinsi. Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi
DKI Jakarta dilaksanakan menurut asas otonomi, asas dekonsentrasi, asas tugas
pembantuan, dan kekhususan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta dipimpin oleh satu orang Gubernur dibantu oleh satu orang Wakil
Gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah yang harus memperoleh suara lebih dari 50% suara sah.
Perangkat daerah
Provinsi DKI Jakarta terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas
daerah, lembaga teknis daerah, Kota Administrasi/Kabupaten Administrasi,
kecamatan, dan kelurahan. Dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Pemerintah DKI Jakarta dapat mengusulkan kepada Pemerintah
penambahan jumlah dinas, lembaga teknis provinsi serta dinas, dan/atau lembaga
teknis daerah baru sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anggaran keuangan
daerah.
Gubernur dalam
kedudukannya sebagai wakil Pemerintah dan Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta
yang diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam
kedudukan DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dibantu oleh sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang Deputi Gubernur sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah yang bertanggung jawab kepada Gubernur.
Deputi diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Deputi
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Otonomi daerah adalah
suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi
terbaik yang dimilikinya secara optimal.Dimana untuk mewujudkan keadaan
tersebut,berlaku proposisi bahwa pada dasarnya segala persoalan sepatutnya
diserahkan kepada daerah untuk mengidentifikasikan,merumuskan,dan
memecahkannya, kecuali untuk persoalan-persoalan yang memang tidak mungkin
diselesaikan oleh daerah itu sendiri dalam perspektif keutuhan negara- bangsa.
Dalam Sidang Tahunan MPR tahun 2000 telah pula ditetapkan Ketetapan MPR No.IV/MPR/2000 tentang Kebijakan dalam
Penyelenggaran Otonomi Daerah yang antara lain merekomendasikan bahwa prinsip
otonomi daerah itu harus dilaksanakan dengan menekankan pentingnya kemandirian
dan keprakarsaan dari daerah-daerah otonom untuk menyelenggarakan otonomi
daerah tanpa harus terlebih dulu menunggu petunjuk dan pengaturan dari
pemerintahan pusat. Bahkan,kebijakan nasional otonomi daerah ini telah
dikukuhkan pula dalam materi perubahan Pasal 18UUD 1945.
Adapun dampak negatif
dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan bagi oknum-oknum di tingkat
daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran, munculnya pertentangan antara
pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan antara daerah yang
pendapatannya tinggi dangan daerah yang masih berkembang.Bisa dilihat bahwa
masih banyak permasalahan yang mengiringi berjalannya otonomi daerah di
Indonesia. Permasalahan-permasalahan itu tentu harus dicari penyelesaiannya
agar tujuan awal dari otonomi daerah dapat tercapai.
B. Saran
Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat
diberikan saran antara lain:
1. Pemerintahan
daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antarsusunan pemerintahan dan
antarpemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.
2.
Konsep otonomi luas, nyata, dan
bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan pelaksanaan otonomi
pada tingkat daerah yang paling dekat dengan masyarakat.
3.
Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan
terhadap pemerintah daerah juga perlu diupayakan. Kesempatan yang
seluas-luasnya perlu diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan
mengambil peran. Masyarakat dapat memberikan kritik dan koreksi membangun atas
kebijakan dan tindakan aparat pemerintah yang merugikan masyarakat dalam
pelaksanaan Otonomi Daerah. Karena pada dasarnya Otonomi Daerah ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu
bertindak aktif dan berperan serta dalam rangka menyukseskan pelaksanaan
Otonomi Daerah.
Pihak-pihak yang
berkepentingan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah sebaiknya membuang jauh-jauh
egonya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan kelompoknya dan lebih
mengedepankan kepentingan masyarakat. Pihak-pihak tersebut seharusnya tidak
bertindak egois dan melaksanakan fungsi serta kewajibannya dengan baik.
Dari
berbagai sumber, LINGKAR STUDIONET hanya menyusunnya saja.. terima kasih telah
mampir.. jangan lupa follow nya ^__^v
2 komentar:
Ijin ikut memanfaatkan informasinya semoga keberkahan selalu menyertainya
Sapi gan... Siap gan. :P
Posting Komentar